Book Appointment Now
Bagaimana Hukum Meniakah Saat Hamil Berdasarkan Hukum indonesia
Menurut hukum di Indonesia, menikah saat sedang hamil tidak dilarang secara spesifik. Namun, keputusan untuk menikah dalam keadaan hamil dapat menjadi subjek dari pertimbangan sosial dan budaya yang berbeda di masyarakat. Beberapa faktor yang mungkin dipertimbangkan dalam konteks ini termasuk nilai-nilai moral, agama, dan norma-norma sosial yang berlaku di lingkungan tertentu.
Sebagian besar agama di Indonesia menekankan pentingnya pernikahan sebelum melakukan hubungan seksual atau memiliki anak. Namun, pada prakteknya, ada banyak variasi dalam bagaimana individu dan masyarakat menanggapi situasi di mana seseorang hamil di luar pernikahan.
Dasar hukum untuk menikah saat sedang hamil di Indonesia terutama didasarkan pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan. Undang-undang ini merupakan landasan hukum utama yang mengatur segala aspek terkait pernikahan di Indonesia.
Namun, Undang-Undang Perkawinan tersebut tidak secara khusus mengatur tentang situasi menikah saat sedang hamil. Hal ini membuat keputusan untuk menikah dalam kondisi hamil sering kali lebih merupakan masalah budaya, moral, dan agama yang mungkin berbeda-beda di setiap masyarakat atau kelompok sosial di Indonesia.
Selain itu, prinsip-prinsip hukum yang lebih umum seperti hak asasi manusia dan keadilan sosial juga dapat menjadi pertimbangan dalam konteks ini.
dan jika kita engacu pada ketentuan dalam KHI yang mengenal adanya kawin hamil. Hal tersebut diatur di dalam Pasal 53 KHI yang menyatakan bahwa seorang wanita yang hamil di luar nikah, dapat dikawinkan dengan pria yang menghamilinya.Perkawinan dengan wanita hamil tersebut dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya. Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tampa harus menunggu kelahiran dari anak itu dulu.
Mengacu pada pasal tersebut, dapat ditekankan bahwa pasangan yang menikah dalam kondisi hamil, tidak memerlukan pernikahan ulang, sekalipun bayinya telah lahir.
Dengan demikian, dalam kasus yang Anda sampaikan, perkawinan yang sesuai peraturan perundang-undangan adalah perkawinan yang pertama, karena dilangsungkan sesuai dengan hukum agama Islam yaitu berdasarkan KHI dan dicatatkan dengan bukti adanya buku nikah.
dan jika ingin berkonsultasi lebih lengkap bisa hubungi kita kantor pengacara weini and partners.